Selasa, 22 Oktober 2013

Pengaruh Budaya Belis Terhadap Pendidikan Anak (Alor)


Prolog
Bicara mengenai pendidikan, tingkat kemajuan suatu daerah ditentukan oleh jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan, Semakin tinggi tingkat pendidikan dan semakin bertambah populasi kaum terdidik (intelektual) dalam masyarakat pada daerah itu, maka semakin berkembang dan maju pula daerah tersebut. 
Sementara itu perkembangan dan tingkat pendidikan suatu masyarakat sangat dipengaruhi berbagai faktor. Salah satu faktor yang turut berpengaruh terhadap perkembangan dan tingkat pendidikan suatu masyarakat adalah berkaitan dengan faktor budaya (Adat Belis). Sistem adat yang berlaku dan dianut masyarakat pada suatu daerah, yang merupakan bagian dari kebudayaan, turut pula menentukan perkembangan dan tingkat pendidikan masyarakatnya. Begitu pula halnya dengan Kab.Alor 
Budaya adat belis merupakan hal turun temurun yang dilakukan oleh sebagian masyarakat indonesia pada umumnya dan masyarakat NTT (Alor) pada khususnya. Bicara mengenai belis dimasyarakat Alor masih kental dengan yang namanya menjaga nama baik keluarga (suku) sehingga banyak sekali biaya yang terbuang demi menjaga harkat dan martabat suatau keluarga (suku). Perlakuan belis yang berlebihan mengakibatkan banyak sekali dampak negatif terjadi misalkan : utang yang menumpuk, hal demikian pula juga diterapkan “utang belis” ; utang belis biasanya diartikan sebagai penundaan belis yang dilakukan oleh keluarga pria sehingga akan dibayar pada waktu nanti, adapun utang belis biasanya dilakukan pertukaran (barter) antara satu pihak dengan pihak lain dengan melakukan perjodohan yang mana salah satu pihak akan membayar mahar pihak yang lain (laki-laki) namun dengan syarat bahwa salah satu anak perempuan dari pihak yang mengutang harus merelakan anak gadisnya untuk dijodohkan kepada anak laki-laki mereka.
Sejatinya, belis diberlakukan untuk menghargai kedua pihak. Baik pihak keluarga pria maupun wanita berjumpa dengan “penghargaan tertinggi” yaitu cinta lewat ritual belis. Pihak keluarga laki menyerahkan belis sebagai balas budi “air susu ibu”. Tetapi ini bukan barter. Sebab, belis adalah awal dari pertalian kasih yang panjang  kedua pihak.
Namun manusia modern dengan turbelensi modernitas (principle-style) melompat liar dari substansi belis. Belis yang sediakalanya “ritual penghargaan” dan sekarang didegradasi menjadi “urusan perkara harga”. Segala sesuatu berkaitan dengan persiapan perkawinan dikalkulasi sedemikian rumit untuk mendramatisir nominal belis.

Dampak Negatif Yang Ditimbulkan Terhadap Pendidikan Anak 
Yang menjadi sorotan disini adalah dengan mengindahkan kepentingan pendidikan anak demi kepedulian terhadap pesta adat (belis) sehingga banyak sekali anak putus sekolah, pada hal dilihat dari segi ekonomi orang tua si anak mampu untuk menyekolahkannya namun karena banyak sekali urusan yang berbau adat (belis) sehingga konsentrasi terhadap pendidikan anak pun tidak diperhatikan. 

Hal ini sangat disayangkan karena masa depan anak (pendidikan) tidak dapat terpenuhi. 
 mengingat hal ini maka perlu adanya kesadaran dari masyarakat, pemerintah untuk lebih memperdulikan pendidikan anak, sehingga dapat menekan angka anak putus sekolah.

Epilog
Catatan dalam Tulisan ini merupakan refleksi pribadi dan pengamatan penulis menyangkut kondisi sosial-budaya Belis di kabupaten Alor, yang seharusnya menjadi pertanyaan untuk kita renungi,bagaimana menekan pengeluaran biaya untuk kepentingan adat belis dan lebih memperhatikan biaya pendidikan anak

By.Natho

Tidak ada komentar: