PROPOSAL
PENELITIAN
KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA
I.
Latar Belakang
Keluarga
adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh
sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap
anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala
rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga disamping beberapa
anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak
merupakan sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik.
Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik
antar semua anggota/individu dalam keluarga. Sebuah keluarga disebut harmonis
apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan tidak adanya
konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental,
emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga. Keluarga disebut disharmonis
apabila terjadi sebaliknya.
Ketegangan
maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan anak merupakan
hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Tidak ada rumah tangga
yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu
yang menakutkan. Hampir semua keluarga pernah mengalaminya. Yang mejadi berbeda
adalah bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut.
Setiap
keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya masing-masing. Apabila
masalah diselesaikan secara baik dan sehat maka setiap anggota keluarga akan
mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu menyadari dan mengerti perasaan,
kepribadian dan pengendalian emosi tiap anggota keluarga sehingga terwujudlah
kebahagiaan dalam keluarga. Penyelesaian konflik secara sehat terjadi bila
masing-masing anggota keluarga tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari
akar permasalahan dan membuat solusi yang sama-sama menguntungkan anggota
keluarga melalui komunikasi yang baik dan lancar. Disisi lain, apabila konflik
diselesaikan secara tidak sehat maka konflik akan semakin sering terjadi dalam
keluarga.
Penyelesaian
masalah dilakukan dengan marah yang berlebih-lebihan, hentakan-hentakan fisik
sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan makian maupun ekspresi wajah
menyeramkan. Terkadang muncul perilaku seperti menyerang, memaksa, mengancam
atau melakukan kekerasan fisik. Perilaku seperti ini dapat dikatakan pada
tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diartikan setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.
a. Apa yang
dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
b. Apa saja
bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
c.
Apakah faktor-faktor penyebab Kekerasan dalam Rumah
Tangga ?
d.
Bagaimana cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah
Tangga ?
III.
Batasan
Masalah
Masalah yang diangkat
dalam penelitian nanti adalah “Kekerasan Dalam Rumah Tangga” dimana penulis
akan melakukan penelitian di wilayah domisili penulis sendiri. Perlu diketahui
bahwa masalah dalam rumah tangga merupakan masalah internal dari suatu keluarga.
IV.
Tujuan Penelitian
a.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan Kekerasan
dalam Rumah tangga.
b.
Mengetahui bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah
Tangga.
c.
Mengetahui faktor-fartor apa saja yang menjadi
penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga.
d.
Mengetahui cara penanggulangan kekerasan dalam
Rumah Tangga.
V.
Manfaat Peneltian
1.
Manfaat
Teoritis
Diharapkan
dapat ,memberikan sumbangan untuk perkembangan Ilmu hukum, khususnya dalam
hukum pidana mengenai penerapan dan perkembangan pengaturan hukum pidana.
2.
Manfaat Praktis
Diharapkan
dapat memberikan tambahan pengetahuan atau informasi khususnya bagi penulis
sendiri dan pada umumnya bagi masyarakat umum atau praktisi hukum, mengenai
peraturan yang berhubungan dengan tindak kejahatan kekerasan dalam rumah tangga.
VI.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluarga
Untuk mempelajari mengenai masalah KDRT tentunya
terlebih dahulu harus diketahui mengenai unsur apa saja yang terlibat di dalam
tindakan tersebut. Keluarga sebagai unsure paling utama di dalam tindakan
tersebut karena yang bertindak sebagai pelaku dan korban juga adalah dari
sebuah keluarga. Maka di sini akan coba dijelaskan tentang pengertian dari
keluarga dan hal-hal lain yang terkait dengan keluarga.
Istilah keluarga menurut pendapat dari Horton dan Hunt
(1987), umumnya digunakan untuk menunjukkan beberapa pengertian sebagai
berikut: (1) suatu kelompok yang memiliki nenek moyang yang sama; (2)
suatu kelompok kekekrabatan yang disatukan oleh darah dan perkawinan; (3)
pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak; (4) pasangan nikah yang mempunyai
anak; dan (5) satu orang entah duda atau janda dengan beberapa anak.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) Keluarga
adalah sebuah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu
atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut Salvicion dan Ara Celis (1989) ,keluarga
adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Dari pengertian tadi dapat
diambil poin-poin kesimpulan bahwa keluarga adalah :
§
Unit terkecil dari masyarakat
§
Terdiri atas 2 orang atau lebih
§
Adanya ikatan perkawinan atau
pertalian darah
§
Hidup dalam satu rumah tangga
§
Di bawah asuhan seseorang kepala
rumah tangga
§
Berinteraksi diantara sesama anggota
keluarga
§
Setiap anggota keluarga mempunyai
peran masing-masing
§
Diciptakan, mempertahankan suatu
kebudayaan
Di dalam suatu keluarga tentunya memiliki tahap-tahap
keluarga yang merupakan suatu proses terbentuknya suatu keluarga. Tahap-tahap
Kehidupan suatu Keluarga itu di antaranya adalah sebagai berikut:
a.
Tahap pembentukan keluarga, tahap
ini dimulai dari pernikahan, yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga.
b.
Tahap menjelang kelahiran anak,
tugas utama keluarga untuk mendapatkan keturunan sebagai generasi penerus,
melahirkan anak merupakan kebanggaan bagi keluarga yang merupakan saat-saat
yang sangat dinantikan.
c.
Tahap menghadapi bayi, dalam hal ini
keluarga mengasuh, mendidik, dan memberikan kasih sayang kepada anak karena
pada tahap ini bayi kehidupannya sangat bergantung kepada orang tuanya. Dan
kondisinya masih sangat lemah.
d.
Tahap menghadapi anak prasekolah,
pada tahap ini anak sudah mulai mengenal kehidupan sosialnya, sudah mulai
bergaul dengan teman sebaya, tetapi sangat rawan dalam masalah kesehatan karena
tidak mengetahui mana yang kotor dan mana yang bersih. Dalam fase ini anak
sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan dan tugas keluarga adalah mulai
menanamkan norma-norma kehidupan, norma-norma agama, norma-norma sosial budaya,
dsb.
e.
Tahap menghadapi anak sekolah, dalam
tahap ini tugas keluarga adalah bagaimana mendidik anak, mengajari anak untuk
mempersiapkan masa depannya, membiasakan anak belajar secara teratur,
mengontrol tugas-tugas di sekolah anak dan meningkatkan pengetahuan umum anak.
f.
Tahap menghadapi anak remaja, tahap
ini adalah tahap yang paling rawan, karena dalam tahap ini anak akan mencari
identitas diri dalam membentuk kepribadiannya, oleh karena itu suri tauladan
dari kedua orang tua sangat diperlukan. Komunikasi dan saling pengertian antara
kedua orang tua dengan anak perlu dipelihara dan dikembangkan.
g.
Tahap melepaskan anak ke masyarakat,
setelah melalui tahap remaja dan anak telah dapat menyelesaikan pendidikannya,
maka tahap selanjutnya adalah melepaskan anak ke masyarakat dalam memulai
kehidupannya yang sesungguhnya, dalam tahap ini anak akan memulai kehidupan
berumah tangga.
h.
Tahap berdua kembali, setelah anak
besar dan menempuh kehidupan keluarga sendiri-sendiri, tinggallah suami istri
berdua saja. Dalam tahap ini keluarga akan merasa sepi, dan bila tidak dapat
menerima kenyataan akan dapat menimbulkan depresi dan stress.
i.
Tahap masa tua, tahap ini masuk ke
tahap lanjut usia, dan kedua orang tua mempersiapkan diri untuk meninggalkan
dunia yang fana ini.
Struktur keluarga yang ada di dalam masyarakat terdiri
dari bermacam-macam, diantaranya adalah :
a.
Patrilineal adalah keluarga sedarah
yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana
hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
b.
Matrilineal adalah keluarga sedarah
yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan
itu disusun melalui jalur garis ibu.
c.
Matrilokal adalah sepasang suami
istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
d.
Patrilokal adalah sepasang
suami istri yang tinggal bersama kelurga sedarah suami.
e. Keluarga
kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan warga dan
beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan
dengan suami atau istri.
Pada dasarnya keluarga dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu keluarga batih (conjugal family), dan keluarga kerabat (consanguine
family). Di bawah ini merupakan penjelasan dari kedua tipe keluarga tersebut.
ü Conjugal Family
Didasarkan atas ikatan perkawinan dan terdiri dari seorang suami,
seorang istri, dan anak-anak mereka yang belum kawin. Anak-anak tiri dan
anak-anak angkat mempunyai hak wewenang yang kurang lebih sama dengan anak
kandungnya, dapat pula dianggap sebagai anggota suatu keluarga batih atau
keluarga inti (Horton dan Hunt, 1987:268).
ü Consanguine
Family
Keluarga hubungan kerabat sedarah atau consanguine family tidak
didasarkan pada pertalian kehidupan suami istri, melainkan pada pertalian darah
atau ikatan keturunan dari sejumlah orang kerabat. Keluarga kerabat terdiri
dari hubungan darah dari beberapa generasi yang mungkin berdiam pada satu rumah
atau mungkin pula berdiam pada tempat lain yang berjauhan. Karena berdasarkan
ikatan keturunan atau hubungan darah, maka sifatnya dapat dikatakan stabil,
sehingga consanguine family ini tetap ada apabila terjadi perceraian.
Tipe atau bentuk keluarga berdasarkan pendapat dari Anderson Carter
adalah di antaranya yaitu meliputi
ü Keluarga inti (Nuclear Family)
adalah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak.
ü
Keluarga besar (Extended Family)
adalah keluarga Inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya : nenek, kakek,
keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan sebagainya.
Fungsi ini
adalah bahwa keluarga akan mewariskan statusnya pada tiap-tiap anggota atau
individu sehingga tiap anggota keluarga tersebut dapat mempunyai hak
istimewa
B. Kekerasan
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, “kekerasan” diartikan
dengan perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang
menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik.
Dengan demikian, kekerasan merupakan wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik
yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau unsur yang perlu diperhatikan adalah
berupa paksaan atau ketidakrelaan pihak yang dilukai.
Kata kekerasan sepadan dengan kata “violence”
dalam bahasa Inggris diartikan sebagai suatu serangan atau invasi terhadap
fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Sedangkan kata kekerasan
dalam bahasa Indonesia umumnya dipahami hanya menyangkut serangan fisik belaka.
Dengan demikian, bila pengertian violence sama dengan kekerasan, maka
kekerasan di sini merujuk pada kekerasan fisik maupun psikologis.
Menurut para ahli kriminologi, “kekerasan” yang
mengakibatkan terjadinya kerusakan fisik adalah kekerasan yang bertentangan
dengan hukum. Oleh karena itu, kekerasan merupakan kejahatan. Berdasarkan
pengertian inilah sehingga kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah
tangga dijaring dengan pasal-pasal KUHP tentang kejahatan. Terlebih lagi jika
melihat definisi yang dikemukakan oleh Sanford Kadish dalam Encyclopedia of
Criminal Justice, beliau mengatakan bahwa kekerasan adalah semua jenis
perilaku yang tidak sah menurut kadang-kadang, baik berupa suatu tindakan nyata
maupun berupa kecaman yang mengakibatkan pembinasaan atau kerusakan hak milik.
Meskipun demikian, kejahatan juga tidak dapat dikatakan sebagai kejahatan
bilamana ketentuan perundang-undangan (hukum) tidak atau belum mengaturnya,
seperti kekerasan yang terkait dengan hubungan seksual. Misalnya pemaksaan
hubungan seksual yang dilakukan suami terhadap isterinya. Hal ini tidak bisa dikatakan
sebagai kejahatan, sebab belum ada satu pasal pun yang mengatur mengenai
pemaksaan hubungan seksual dilakukan oleh suami terhadap isterinya.
Menurut Handayani, kekerasan adalah suatu serangan
terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang sehingga dapat
merugikan salah satu pihak yang lemah. Kekerasan adalah suatu serangan terhadap
fisik maupun psikologis seseorang sehingga akibatnya muncul tindak penindasan
terhadap salah satu pihak yang menyebabkan kerugian salah satu pihak berupa fisik
atau psikis seseorang.
Menurut Nurhadi dan Syahrir (2000:XV) memandang bahwa
kekerasan adalah suatu perilaku pemaksaan yang mempunyai unsure persuasive
maupun fisik adanya suatu pelecehan. Namun Johan Galburg (dalam Syahrir
2000:XV) memandang bahwa kekerasan adalah suatu penyalahgunaan sumber daya,
wawasan, dan hasil kemajuan untuk tujuan lain atau dimonopoli untuk sekelompok
orang (Syahrir 2000:X).
C. Kekerasan Dalam
Rumah Tangga
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
Pasal 1 disebutkan bahwa Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dan lingkup rumah tangga.
Undang-undang di atas menyebutkan bahwa kasus
kekerasan dalam rumah tangga adalah segala jenis kekerasan (baik fisik maupun
psikis) yang dilakukan oleh anggota keluarga kepada anggota keluarga yang lain
(yang dapat dilakukan oleh suami kepada istri dan anaknya, atau oleh ibu kepada
anaknya, atau bahkan sebaliknya). Meskipun demikian, korban yang dominan adalah
kekerasan terhadap istri dan anak oleh sang suami.
KDRT bisa menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak,
suami, istri, anak atau pembantu rumah tangga. Namun secara umum pengertian
KDRT lebih dipersempit artinya sebagai penganiayaan oleh suami terhadap istri.
Hal ini bisa dimengerti karena kebanyakan korban KDRT adalah istri. Sudah
barang tentu pelakunya adalah suami “tercinta”. Meskipun demikian tidak menutup
kemungkinan “suami” dapat pula sebagai korban KDRT oleh istrinya. Berdasarkan
beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa segala perbuatan
tindakan kekerasan dalam rumah tangga merupakan perbuatan melanggar hak asasi
manusia yang dapat dikenakan sanksi hukum pidana maupun hukum perdata.
D. Penyebab
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Menurut Ihromi (1995:519-527) factor yang dapat
menimbulkan tindakan KDRT adalah di antaranya yaitu:
ü
Kurangnya komunikasi
Komunikasi dalam suatu keluarga merupakan factor utama yang menentukan
keharmonisan suatu rumah tangga. Dengan adanya suatu komunikasi maka antara
anggota keluarga dapat terbuka kepada satu sama lain mengenai keluhan,
uneg-uneg, ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan keluarga tersebut.
Apabila sampai tidak ada suatu komunikasi dalam suatu keluarga tersebut maka
dapat dipastikan akan memperbesar kemungkinan timbulnya konflik yang berujung
pada kekerasan dalam rumah tangga dan hal ini sangat mungkin menimbulkan
korban.
ü
Penyelewengan
Munculnya orang ketiga dalam suatu hubungan suami istri merupakan
masalah besar yang dihadapi oleh pasaangan tersebut. Tak jarang hal itu akan
menimbulkan perceraian ataupun mungkin menimbulkan suatu tindakan KDRT. Hal ini
mungkin saja terjadi misalnya muncul kejadian seorang suami yang
mempunyai wanita selingkuhan, saat sedang kencan tiba-tiba sang istri melihat
perbuatan tersebut. Saat berada di rumah sang istri ingin menanyakan kebenaran
hal yang dilihat, namun sang suami merasa tidak terima dan pada akhirnya akan
berujung pada kekerasan fisik yang dilakukan oleh sang suami kepada istri.
Kebanyakan dalam kasus seperti ini yang menjadi tersangka adalah sang suami dan
yang menjadi korban adalah sang istri ataupun sang anak yang menjadi
pelampiasan dari penyelewengan ini.
ü
Citra diri rendah yang rendah dan
frustasi
Factor ini biasanya muncul apabila sang suami sedang merasa putus asa
dengan pekerjaan yang sedang ia jalani dan kemudian menimbulkan rasa frustasi
yang begitu besar dalam dirinya. Di sisi lain sang istri terus menekan sang
suami menjalankan tanggung jawabnya memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Dengan keadaan yang seperti ini kemudian menyebabkan tingkat frustasi yang
begitu membumbung besar pada diri sang suami yang kemudian membuat tingkat
emosinya meledak. Maka pada akhirnya akan memicu munculnya tindakan KDRT akibat
rasa frustasi dan pemahaman yang rendah di antara anggota keluarga tersebut.
ü
Perubahan status sosial
Factor penyebab ini merupakan factor yang sering muncul pada suatu
keluarga dalam masyarakat perkotaan dengan tingkat kehidupan ekonomi menengah
ke atas. Dengan adanya keadaan demikian kemudian juga membuat tingkat gengsi
yang tinggi pada keluarga tersebut. Masalah akan muncul apabila terjadi suatu
keadaan misalnya yaitu berkurangnya sumber pendapatan, berakhirnya masa
jabatan., dan hal lain yang berkaitan dengan hal tersebut. Dengan munculnya hal
seperti itu kemudian membuat masing-masing anggota keluarga merasa malu dengan
orang sekitar dan kemudian memberikan tekanan yang berlebihan kepada pihak yang
berperan sebagai mencari nafkah, biasanya sang ayah. Akibatnya akan memicu
munculnya potensi KDRT dalam keluarga tersebut.
ü
Kekerasan sebagai sumber daya
menyelesaikan masalah
Budaya berkaitan erat dengan factor penyebab ini. Dikatakan demikian
karena apabila seseorang laki-laki apabila dari sejak lahir sudah berada pada
lingkungan yang keras dan terus dididik dengan nilai-nilai yang berhubungan
dengan unsur kekerasan maka saat ia berkeluarga akan menggunakan kekerasan
sebagai sarana yang paling tepat dan cepat untuk menyelesaikan suatu masalah.
Kekerasan sudan seakan mendarah daging sehingga suatu masalah tidak akan mantap
apabila tidak diselingi dengan tindak kekerasan. Misalkan, ada seorang pria
yang berasal dari lingkungan keluarga preman. Dari kecil ia sudah dilatih dan
terbiasa dengan niulai-nilai kekerasan, saat ingin mendapatkan sesuatu yang ia
inginkan maka harus dengan bertengkar untuk memperolehnya. Hingga pada saatnya
ia berkeluarga dan mempunyai istri serta anak. Pada suatu waktu muncul masalah
yaitu sang anak mendapat nilai yang buruk dalam raport sekolahnya. Sang bapak
tidak terima dan kemudian memukuli sang anak karena tidak mampu memenuhi
keinginan sang bapak untuk mendapatkan nilai yang baik. Dari sini muncul tindak
KDRT pada anak yang dilakukan oleh sang bapak.
Selain itu ada juga hal lain yang juga berpotensi untuk memicu munculnya KDRT
di dalam suatu keluarga. Unsur yang menyebabkannya pun berasal dari lingkup
keluarga itu sendiri. Hal-hal yang dapat memicu munculnya KDRT adalah
Antar suami istri :
· Terjadi
dominasi antar pasangan, bisa sang suami atau istri yang dominan. Maksudnya
jika terjadi suatu perselisihan pendapat yang terjadi adalah penyelesaian
sepihak (kalah - menang) dan bukan penyelesaian yang baik ( menang - menang).
· Adanya sikap
acuh atau tidak mau tahu terhadap apa yang dirasakan atau dialami pasangan.
Adanya sikap egosentris yang menonjol.
· Tidak adanya
kesatuan nilai dalam keluarga atau inkonsistensi apa yang boleh dan yang tidak
boleh.
Antar orang tua dan anak
· Pengalihan
tanggungjawab sebagai orang tua, baik kepada pembantu rumah tangga, babysitter,
sekolah atau keluarga yang lain.
· Sikap dari
orang tua yang berlebihan atau tidak pada porsinya. Misalkan terlalu
melindungi, terlalu bebas, terlalu keras bahkan ambisi orang tua yang
dibebankan pada anak.
· Banyaknya
kata-kata “negatif” yang
diucapkan orang tua kepada anak.
· Tidak adanya “QUALITY TIME” antara orang tua dan
anak. Sehingga anak “kekurangan” kenangan indah akan orang tuanya.
· Orang tua yang
tidak ”open mind” terhadap anaknya.
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindak kekerasan yang kerap terjadi di
dalam masyarakat. Terkadang hal itu dilakukan oleh suami kepada istri maupun
sang ayah kepada anaknya. Hal itu sering terjadi karena dipengaruhi oleh banyak
hal. Kekerasan yang terjadi pada umunya akan menyebabkan kemunduran mental yang
sangat signifikan pada sang korban. Bahkan tak jarang hal itu akan menimbulkan
suatu keadaan trauma yang mendalam pada sang korban. Yang lebih parah lagi,
tentunya akan menyebabkan kematian pada sang korban yang menerima tindak KDRT
tersebut.
5) Bentuk
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Bentuk tindakan KDRT yang sering terjadi di dalam masyarakat dalam UU RI No. 23
tahun 2004 disebutkan bahwa kekerasan meliputi, yang pertama berupa kekerasan
fisik yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh, sakit, atau bahkan
luka berat, misalnya yaitu pemukulan, penamparan, penusukan, dll. Yang kedua
adalah berupa kekerasan psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya kepercayaan diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Misalnya yaitu
berupa ancaman pembunuhan, ancaman hidupnya tidak akan tenang, dll. Yang ketiga
adalah dalam bentuk kekerasan seksual yang terbagi menjadi 2 macam yaitu
pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam
lingkup rumah tangga dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah satu
seseorang dalam lingkup rumah tangga dengan orang lain untuk tujuan komersial
dan atau tujuan tertentu. Dan yang keempat adalah berupa penelantaran rumah
tangga yaitu meninggalkan atau membiarkan keluarga tanpa ada nafkah sedikitpun
kepadanya ataupun dengan tidak memberikan kabar apapun kepada pihak tersebut
mengenai kepergiannya. Misalnya yaitu seorang suami yang meninggalkan istri dan
anaknya karena sebelumnya terjadi pertengkaran dalam keluarga tersebut, namun
setelah jangka waktu yang lama tidak ada kabar dan tidak ada pemenuhan
kebutuhan pada keluarganya.
Di samping itu, dalam buku “Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial”
menyebutkan bahwa kekerasan yang terjadi pada diri seorang wanita meliputi
beberapa hal, yaitu di antaranya:
ü Pertama, yaitu dalam bentuk
pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk di dalamnya di suatu hubungan
perkawinan perkawinan. Perkosaan terjadi jika seseorang memaksa untuk
mendapatkan pelayanan seksual, padahal sang obyek merasa tidak mau dan tidak
nyaman dengan hal tersebut.
ü Kedua, aksi pemukulan dan serangan
non fisik yang terjadi dalam suatu rumah tangga (Domestic Violence).
ü Ketiga, bentuk penyiksaan yang
mengarah pada organ alat kelamin (Genital Mutilation) misalnya yaitu penyunatan
pada seorang anak perempuan.
ü Keempat adalah tindak prostitusi,
yaitu berkaitan dengan kekerasan dalam bentuk pelacuran.
ü Kelima, kekerasan dalam bentuk
pornografi. Tubuh perempuan dijadikan sebagai objek demi keuntungan yang
didapat oleh seseorang.
ü Keenam adalah kekerasan dalam bentuk
pemaksaan sterilisasi dalam Keluarga Brencana (Enforced Sterilization).
ü Ketujuh adalah jenis kekerasan
terselubung (Molestation) yakni memegang atau ,enyentuh bagian dari tubuh
perempuan dengan berbagai cara dalam kesempatan tanpa kerlaan dari pihak sang
wanita.
ü Kedelapan yaitu tindak kejahatan
terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di dalam masyarakat yaitu
pelecehan seksual atau sexual and emotional harassment.
Beberapa bentuk
pelecehan seksual tersebut meliputi tindakan seperti, (1) menyampaikan lelucon
jorok secara vulgar pada seseorang yang dirasakan sangat mofensif, (2)
menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor, (3) mengintrogasi
seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya atau kehidupan
pribadinya., (4) meminta imbalan seksual dalam rangka janji untuk mendapatkan
kerja atau untuk mendapatkan promosi atau hal yang lainnya, dan yang terakhir
(5) menyentuh atau menyenggol bagian tubuh tanpa selera dan tanpa seijin dari
orang yang bersangkutan.
E. METODOLOGI PENELITIAN
1)
Dasar Penelitian
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan
metode kualitatif, karena agar lebih dapat menggali informasi secara lebih luas
dan detail dalam penjelasannya. Di samping itu, dikarenakan agar nantinya dapat
menciptakan keefektifan penyampaian inforasi dari penulis dan pembaca. Menurut
pendapat Bogdan dan Tylor, dalam Moleong (1988:2), penelitian kualitatif yaitu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati.
Dari pendekatan metode Kualitatif tersebut, dapat diartikan bahwa segala
informasi yang didapat merupakan bentuk penjelasan yang diperoleh dari hasil
penelitian yang dilakukan di lokasi penelitian yang telah ditentukan
sebelumnya. Jadi pada penelitian ini, tidak boleh ada pengisolasian atau
pembatasan informasi yang dilakukan kepada individu terkait yang mempunyai hak
untuk memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada peneliti.
Pada penelitian ini bersifat deskriptif, jadi setiap informasi yang disajikan
pada penelitian ini adalah berupa analisis berbentuk deskriptif yang di
dalamnya merupakan penjelasan dari informasi yang didapat dari pihak informan.
Setiap data yang disajikan tidak berupa angka atau rumus-rumus tetapi
menggunakan penjelasan data yang bersifat analisis data berupa kata-kata atau
gambaran mengenai suatu keadaan yang terjadi. Data yang terkumpul juga berupa
catatan-catatan kecil dari peneliti, hasil wawancara atau observasi, dan juga
dalam laporan yang disajikan dengan bentuk foto-foto atau gambar yang berkaitan
dengan masalah penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian yang mengarah pada penelitian studi kasus.
Menurut Salim (2001:93), studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari,
menerangkan, atau menginterpretasikan suatu kasus (case) dalam konteksnya
secara natural tanpa adanya suatu intervensi dari pihak lain. Hal itu berarti
menjadikan penelitian ini merupakan gambaran sebenarnya yang terjadi pada
keadaan yang diamati di lokasi penelitian, yang kemudian dianalisis dengan
berpedoman pada acuan dan fakta yang ada, yang pada tahap akhir dituangkan
dalam bentuk analisis dan penjelasan mendetail mengenai permasalahan pada
penelitian ini. Dan juga yang harus digarisbawahi adalah bahwa setiap data dan
fakta yang diperoleh terlepas dari adanya tindakan intervensi atau pengaruh
dari pihak-pihak tertentu yang berniat mengaburkan atau mengubah data dan fakta
yang ditemui dalam lapangan penelitian.
2)
Lokasi Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian tentulah mutlak bila dibutuhkan adanya lokasi
penelitian, karena lokasi penelitian inilah yang pada nantinya tempat untuk
menggali semua informasi dan mendapatkan data-data yang berkaitan dengan
masalah penelitian. Bila sampai tidak ada lokasi penelitian, maka dapat
dipastikan pula bahwa penelitian yang dilakukan tidak dapat dibuktikan
validitas atau keabsahan data yang diperoleh.
Lokasi penelitian sendiri dapat diartikan sebagai tempat dimana penelitian itu
dilakukan, yang di dalamnya terdapat data-data yang diperlukan untuk menjawab
permasalahan penelitian tersebut. Lokasi penelitian yang dipilih peneliti
adalah di Desa Juanalan, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Peneliti tertarik
memilih lokasi ini karena di samping peneliti sudah mengetahui betul lingkungan
daerahnya dan juga ditambah lagi berdasarkan informasi yang didapat dari tokoh
masyarakat dan instansi pemerintah yang terkait dengan masalah KDRT, telah
terjadi beberapa kali tindak KDRT di lokasi penelitian tersebut. Hal itu lebih
dikarenakan karena lokasi ini berisikan penduduk yang umumnya keterogen dan
merupakan bagian dari masyarakat perkotaan, yang kemudian membuat pola hidup
juga mengikuti pola hidup umumnya yang dilakukan orang-orang yang tinggal di
wilayah perkotaan.
3)
Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan tahap yang penting dalam melakukan suatu penelitian.
Apabila suatu penelitian yang dilakukan tidak mempunyai fokus penelitian, maka
dapat dikatakan bahwa penelitian tersebut tidak layak dilakukan dan
dikatakan asal-asalan saja.
Fokus penelitian sendiri merupakan tahap yang sangat menentukan dalam
penelitian kulalitatif, hal tersebut karena suatu penelitian tidak dimulai dari
sesuatu yang kosong atau tanpa adanya masalah, baik masalah-masalah yang
bersumber dari pengalaman penelitian atau melalui pengetahuan yang
diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah. Jadi focus penelitian dalam
suatu penelitian kualitatif sebenarnya merupakan masalah itu sendiri. ( Moleong
2002:62)
Berdasarkan konsep tersebut, maka yang dapat menjadi fokus dalam penelitian ini
adalah meliputi:
1. Penyebab
munculnya tindakan kekerasan dalam rumah tangga
2. Bentuk-bentuk
dan dampak dari tindakan kekerasan dalam rumah tangga
3. Upaya yang
dilakukan untuk menghentikan dan menghilangkan tindakan kekerasan dalam rumah
tangga.
4)
Subyek Penelitian
Subyek penelitian merupakan orang yang akan diteliti dalam berjalannya sebuah
penelitian. Keberadaan subyek penelitian merupakan hal yang sangat mutlak
diperlukan. Namun adakalanya juga subyek penelitian tidak dibutuhkan dalam
sebuah penelitian, tapi hal itu sangatlah jarang terjadi. Secara keseluruhan
subyek merupakan hal yang pokok perlu ada pada sebuah penelitian.
Subyek penelitian pada penelitian ini adalah orang-orang yang mengalami dan
juga melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang meliputi suami,
istri, dan anak. Peneliti melakukan penelitian terhadap subyek dengan cara
melakukan pengamatan pada subyek, melakukan wawancara terhadap subyek, serta
mengambil gambar atau foto pada subyek tersebut apabila memang hal tersebut
dibutuhkan. Alasan peneliti memilih subyek ini adalah karena pada tindakan
kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di Desa Juanalan, Kecamatan Pati,
Kabupaten Pati melibatkan anggota keluarga yang di dalmnya terdiri dari seorang
suami, istri, dan anak sehingga kemudian yang pada akhirnya mendorong peneliti
untuk menentukan pihak tersebut sebagai subyek penelitian ini.
5)
Informan Penelitian
Keberadaan subyek penelitian sangatlah penting pada sebuah penelitian, tetapi
keberadaan informan juga tak kalah penting bila dibandingkan dengan subyek
penelitian tersebut. Informan sendiri dapat diartikan sebagai orang yang memberikan
informasi berkaitan dengan masalah yang diteliti maupun keterangan tentang
subyek penelitian (orang-orang yang diteliti).
Untuk itulah pada penelitian kali ini juga sangat dibtuhkan keberadaan seorang
informan penelitian. Yang termasuk ke dalam informan pada penelitian ini adalah
di antaranya yaitu saudara, kerabat dekat, ketua RT atau RW setempat, tetangga,
tokoh masyarakat, dan orang-orang dari instansi pemerintah daerah yang ada
hubungannya dengan masalah penelitian ini.
6)
Sumber Data Penelitian
Dalam sebuah penelitian, dalam mendapatkan sebuah hasil penelitian tentunya
sangatlah dibutuhkan adanya sumber data penelitian. Sumber data penelitian
sendiri adalah subyek dari mana data penelitian tersebut dapat diperoleh.
Dalam pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini, peneliti memperoleh
sumber data berdasarkan 2 jenis sumber yaitu:
1. Data Primer,
yaitu data yang langsung diperoleh dan dikumpulkan dari objeknya. Data
ini diperoleh melalui wawancara dengan responden dan informan yang ada di
lapangan. responden dalam penelitian ini adalah keluarga yang mempunyai masalah
pada rumah tangganya dan kemudian berujung pada tindakan kekerasan dalam rumah
tangga. Sedangkan informan lapangan pada penelitian ini adalah tokoh
masyarakat, ketua RT atau RW setempat, tetangga dekat, dan orang-orang yang
berasal dari instansi pemerintah daerah yang menangani hal terkait dengan tema
penelitian.
2. Data Sekunder,
yaitu data yang diperoleh bukan dari objek secara langsung melainkan melalui
suatu perantara tertentu. Pada penelitian ini data sekunder yang digunakan
berasal dari buku-buku, hasil penelitian, dokumen, dan sumber-sumber yang
relevan dengan tema penelitian ini.
7)
Metode Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian tentulah diperlukan adanya suatu metode yang pada
nantinya digunakan sebagai landasan atau acuan untuk melakukan pengumpulan data
dari subyek yang diteliti. Tanpa adanya suatu metode tertentu yang digunakan,
tentulah mustahil untuk dilakukan suatu penelitian. Untuk itu pada penelitian
ini metode pengumpulan data yang digunakan yaitu:
1. Observasi
Istilah observasi berasal dari bahasa latinyang berarti “melihat”
dan”memperhatikan”. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan
secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan
antar aspek dalam fenomena tersebut. Metode pengumpulan data berupa observasi
adalah suatu usaha untuk mendapatkan gambaran mengenai suatu peristiwa secara
kasar (Djarwanto 1990:10). Teknik pengumpulan data observasi dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu yang pertama observasi non sistematisyang dilakukan oleh
pengamat dengan tidak menggunakan instrument penelitian. Dan yang kedua adalah
observasi sistematis yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman
sebagai instrument pengamatan (Arikunto 2006:157).
Observasi yang berarti pengamatan bertujuan untuk mendapat data tentang suatu
masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat re-checking atau
pembukuan terhadap informasi/keterangan yang diperoleh sebelumnya.
Metode pengumpulan data ini dipilih digunakan dalam penelitian ini adalah
karena untuk mengetahui bagaimana gambaran mengenai keadaan di lapangan yang
terkait dengan tema penelitian, yang kemudian dianalisis sesuai dengan data
yang diperoleh dari hasil observasi (pengamatan) tersebut. Observasi dilakukan
secara teratur dan berpedoman pada instrument penelitian yang telah dibuat
sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar pada nantinya dapat diketahui secara jelas
bagaimana kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh orang-orang yang mengalami
tindakan kekerasan dalam rumah tangga secara terstruktur dan sistematis.
Observasi yang dilakukan untuk mendapatkan data-data terkait masalah penelitian
adalah dengan observasi secara langsung pada warga yang sebelumnya telah
dipilih dan juga orang-orang yang telah mengalami tindakan kekerasan dalam
rumah tangga. Peneliti melakukan mengamati secara langsung kepada informan dan
subyek yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu kemudian peneliti berada
pada tempat dimana data tersebut digali agar pada nantinya dapat dilihat dan
dicermati keadaan yang sebenarnya terjadi dalam jangka waktu tertentu. Agar
hasil penelitian tersebut benar-benar mantap dan tidak terkesan kekurangan data.
2) Wawancara
Dalam penelitian ini selain menggunakan metode observasi, juga dengan ditambah
lagi menggunakan metode wawancara. Wawancara sendiri adalah percakapan tertentu
oleh dua pihak yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan yang
diwawancarai yang kemudian memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong
2002:135). Selain itu ada yang mengatakan bahwa wawancara adalah metode
pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan
sistematik, dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan (Hadi, 1993).
Metode wawancara dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan dengan tatap muka
yang sebelumnya telah disusun secara sistematis kepada orang-orang yang
bertindak sebagai informan dan subyek penelitian yang telah dipilih sebelumnya.
Wawancara dilakukan kepada orang-orang yang memang mengetahui keadaan yang
terjadi berkaitan dengan masalah penelitian dan juga yang mengalami sendiri hal
tersebut secara langsung fenomena tersebut.
Wawancara secara mendalam dilakukan terhadap subyek penelitian dan informan
penelitian, hal ini agar dapat diperoleh data semaksimal mungkin yang pada
nantinya dapat digunakan sebagai acuan dalam memecahkan masalah pada penelitian
ini.
F. DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian ( Suatu Pendekatan
Praktek). Jakarta: Rineka Cipta.
Ihromi, T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mansour, Fakih.
1996. Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Moleong, J.
Lexy. 1994. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya.
Narwoko, Dwi J.
dan Suyanto, Bagong. 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Nasaruddin Umar.
2001. Argumen Kesetaraan Jender (Perspektif Al-Quran). Jakarta:
Paramadina.
Nasbianto, Elli
N. 1999. Kekerasan Dalam Rumah Tangga; Sebuah Kejahatan Yang Tersembunyi
(dalam Syafik Hasyim: Menakar Harga Perempuan). Bandung.
Ollenburger,
Jane C. 2002. Sosiologi Wanita. Jakarta: Rineka Cipta.
Pujiyanto,
Widhi Ganjar. 2007. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Prespektif Budaya
Patriakhl. (Studi Kasus Pada Kelurahan Doplang, Kecamatan Purworejo, Kabupaten
Purworejo). Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Rahayu, Iin Tri
dan Tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi Dan Wawancara. Malang:
Bayumedia.
Republik
Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. hal. 5-6.
Soekanto,
Soerjono. 2004. Sosiologi Keluarga, Tentang Keluarga, Remaja, dan Anak.
Jakarta: Rineka Cipta.
Soekanto,
Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajagrafindo.
Sugiarty dan
Handayani Trisakti. 2002. Konsep Dan Teknik Penelitian Gender. Malang:
UMM Press.
Thalib,
Mohammad. 1995. 40 Tanggung Jawab Suami Terhadap Istri. Bandung: PT.
Irsyad Baitus Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar