Selasa, 29 Oktober 2013

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA



PROPOSAL PENELITIAN
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I.                   Latar Belakang
Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua anggota/individu dalam keluarga. Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga. Keluarga disebut disharmonis apabila terjadi sebaliknya. 
Ketegangan maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang menakutkan. Hampir semua keluarga pernah mengalaminya. Yang mejadi berbeda adalah bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut.
Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya masing-masing. Apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat maka setiap anggota keluarga akan mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu menyadari dan mengerti perasaan, kepribadian dan pengendalian emosi tiap anggota keluarga sehingga terwujudlah kebahagiaan dalam keluarga. Penyelesaian konflik secara sehat terjadi bila masing-masing anggota keluarga tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan membuat solusi yang sama-sama menguntungkan anggota keluarga melalui komunikasi yang baik dan lancar. Disisi lain, apabila konflik diselesaikan secara tidak sehat maka konflik akan semakin sering terjadi dalam keluarga.
Penyelesaian masalah dilakukan dengan marah yang berlebih-lebihan, hentakan-hentakan fisik sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan makian maupun ekspresi wajah menyeramkan. Terkadang muncul perilaku seperti menyerang, memaksa, mengancam atau melakukan kekerasan fisik. Perilaku seperti ini dapat dikatakan pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diartikan  setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
II.                Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
b.      Apa saja bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
c.       Apakah faktor-faktor penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
d.      Bagaimana cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
III.             Batasan Masalah
Masalah yang diangkat dalam penelitian nanti adalah “Kekerasan Dalam Rumah Tangga” dimana penulis akan melakukan penelitian di wilayah domisili penulis sendiri. Perlu diketahui bahwa masalah dalam rumah tangga merupakan masalah internal dari suatu keluarga.
IV.             Tujuan Penelitian
a.       Mengetahui apa yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah tangga.
b.      Mengetahui bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga.
c.       Mengetahui faktor-fartor apa saja yang menjadi penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga.
d.      Mengetahui cara penanggulangan kekerasan dalam Rumah Tangga.
V.                Manfaat Peneltian
1.      Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat ,memberikan sumbangan untuk perkembangan Ilmu hukum, khususnya dalam hukum pidana mengenai penerapan dan perkembangan pengaturan hukum pidana.
2.      Manfaat Praktis
Diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan atau informasi khususnya bagi penulis sendiri dan pada umumnya bagi masyarakat umum atau praktisi hukum, mengenai peraturan yang berhubungan dengan tindak kejahatan kekerasan dalam rumah tangga.
VI.             TINJAUAN PUSTAKA
A.    Keluarga
Untuk mempelajari mengenai masalah KDRT tentunya terlebih dahulu harus diketahui mengenai unsur apa saja yang terlibat di dalam tindakan tersebut. Keluarga sebagai unsure paling utama di dalam tindakan tersebut karena yang bertindak sebagai pelaku dan korban juga adalah dari sebuah keluarga. Maka di sini akan coba dijelaskan tentang pengertian dari keluarga dan hal-hal lain yang terkait dengan keluarga.
Istilah keluarga menurut pendapat dari Horton dan Hunt (1987),  umumnya digunakan untuk menunjukkan beberapa pengertian sebagai berikut: (1) suatu kelompok yang  memiliki nenek moyang yang sama; (2) suatu kelompok kekekrabatan yang disatukan oleh darah dan perkawinan; (3) pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak; (4) pasangan nikah yang mempunyai anak; dan (5) satu orang entah duda atau janda dengan beberapa anak.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) Keluarga adalah sebuah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut Salvicion dan Ara Celis (1989) ,keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Dari pengertian tadi dapat diambil poin-poin kesimpulan bahwa keluarga adalah :
§  Unit terkecil dari masyarakat
§  Terdiri atas 2 orang atau lebih
§  Adanya ikatan perkawinan atau pertalian darah
§  Hidup dalam satu rumah tangga
§  Di bawah asuhan seseorang kepala rumah tangga
§  Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga
§  Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing
§  Diciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan
Di dalam suatu keluarga tentunya memiliki tahap-tahap keluarga yang merupakan suatu proses terbentuknya suatu keluarga. Tahap-tahap Kehidupan suatu Keluarga itu di antaranya adalah sebagai berikut:
a.       Tahap pembentukan keluarga, tahap ini dimulai dari pernikahan, yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga.
b.      Tahap menjelang kelahiran anak, tugas utama keluarga untuk mendapatkan keturunan sebagai generasi penerus, melahirkan anak merupakan kebanggaan bagi keluarga yang merupakan saat-saat yang sangat dinantikan.
c.       Tahap menghadapi bayi, dalam hal ini keluarga mengasuh, mendidik, dan memberikan kasih sayang kepada anak karena pada tahap ini bayi kehidupannya sangat bergantung kepada orang tuanya. Dan kondisinya masih sangat lemah.
d.      Tahap menghadapi anak prasekolah, pada tahap ini anak sudah mulai mengenal kehidupan sosialnya, sudah mulai bergaul dengan teman sebaya, tetapi sangat rawan dalam masalah kesehatan karena tidak mengetahui mana yang kotor dan mana yang bersih. Dalam fase ini anak sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan dan tugas keluarga adalah mulai menanamkan norma-norma kehidupan, norma-norma agama, norma-norma sosial budaya, dsb.
e.       Tahap menghadapi anak sekolah, dalam tahap ini tugas keluarga adalah bagaimana mendidik anak, mengajari anak untuk mempersiapkan masa depannya, membiasakan anak belajar secara teratur, mengontrol tugas-tugas di sekolah anak dan meningkatkan pengetahuan umum anak.
f.       Tahap menghadapi anak remaja, tahap ini adalah tahap yang paling rawan, karena dalam tahap ini anak akan mencari identitas diri dalam membentuk kepribadiannya, oleh karena itu suri tauladan dari kedua orang tua sangat diperlukan. Komunikasi dan saling pengertian antara kedua orang tua dengan anak perlu dipelihara dan dikembangkan.
g.      Tahap melepaskan anak ke masyarakat, setelah melalui tahap remaja dan anak telah dapat menyelesaikan pendidikannya, maka tahap selanjutnya adalah melepaskan anak ke masyarakat dalam memulai kehidupannya yang sesungguhnya, dalam tahap ini anak akan memulai kehidupan berumah tangga.
h.      Tahap berdua kembali, setelah anak besar dan menempuh kehidupan keluarga sendiri-sendiri, tinggallah suami istri berdua saja. Dalam tahap ini keluarga akan merasa sepi, dan bila tidak dapat menerima kenyataan akan dapat menimbulkan depresi dan stress.
i.        Tahap masa tua, tahap ini masuk ke tahap lanjut usia, dan kedua orang tua mempersiapkan diri untuk meninggalkan dunia yang fana ini.
Struktur keluarga yang ada di dalam masyarakat terdiri dari bermacam-macam, diantaranya adalah :
a.       Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
b.      Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
c.       Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
d.      Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama kelurga sedarah suami.
e.       Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan warga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
Pada dasarnya keluarga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga batih (conjugal family), dan keluarga kerabat (consanguine family). Di bawah ini merupakan penjelasan dari kedua tipe keluarga tersebut.
ü  Conjugal Family
Didasarkan atas ikatan perkawinan dan terdiri dari seorang suami, seorang istri, dan anak-anak mereka yang belum kawin. Anak-anak tiri dan anak-anak angkat mempunyai hak wewenang yang kurang lebih sama dengan anak kandungnya, dapat pula dianggap sebagai anggota suatu keluarga batih atau keluarga inti (Horton dan Hunt, 1987:268).
ü  Consanguine Family
Keluarga hubungan kerabat sedarah atau consanguine family tidak didasarkan pada pertalian kehidupan suami istri, melainkan pada pertalian darah atau ikatan keturunan dari sejumlah orang kerabat. Keluarga kerabat terdiri dari hubungan darah dari beberapa generasi yang mungkin berdiam pada satu rumah atau mungkin pula berdiam pada tempat lain yang berjauhan. Karena berdasarkan ikatan keturunan atau hubungan darah, maka sifatnya dapat dikatakan stabil, sehingga consanguine family ini tetap ada apabila terjadi perceraian.
Tipe atau bentuk keluarga berdasarkan pendapat dari Anderson Carter adalah di antaranya yaitu meliputi
ü   Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak.
ü  Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga Inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya : nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan sebagainya.
Fungsi ini adalah bahwa keluarga akan mewariskan statusnya pada tiap-tiap anggota atau individu sehingga tiap anggota keluarga tersebut dapat mempunyai hak istimewa 
B.     Kekerasan
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, “kekerasan” diartikan dengan perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik. Dengan demikian, kekerasan merupakan wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan pihak yang dilukai.
Kata kekerasan sepadan dengan kata “violence” dalam bahasa Inggris diartikan sebagai suatu serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Sedangkan kata kekerasan dalam bahasa Indonesia umumnya dipahami hanya menyangkut serangan fisik belaka. Dengan demikian, bila pengertian violence sama dengan kekerasan, maka kekerasan di sini merujuk pada kekerasan fisik maupun psikologis.
Menurut para ahli kriminologi, “kekerasan” yang mengakibatkan terjadinya kerusakan fisik adalah kekerasan yang bertentangan dengan hukum. Oleh karena itu, kekerasan merupakan kejahatan. Berdasarkan pengertian inilah sehingga kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga dijaring dengan pasal-pasal KUHP tentang kejahatan. Terlebih lagi jika melihat definisi yang dikemukakan oleh Sanford Kadish dalam Encyclopedia of Criminal Justice, beliau mengatakan bahwa kekerasan adalah semua jenis perilaku yang tidak sah menurut kadang-kadang, baik berupa suatu tindakan nyata maupun berupa kecaman yang mengakibatkan pembinasaan atau kerusakan hak milik. Meskipun demikian, kejahatan juga tidak dapat dikatakan sebagai kejahatan bilamana ketentuan perundang-undangan (hukum) tidak atau belum mengaturnya, seperti kekerasan yang terkait dengan hubungan seksual. Misalnya pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan suami terhadap isterinya. Hal ini tidak bisa dikatakan sebagai kejahatan, sebab belum ada satu pasal pun yang mengatur mengenai pemaksaan hubungan seksual dilakukan oleh suami terhadap isterinya.
Menurut Handayani, kekerasan adalah suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang sehingga dapat merugikan salah satu pihak yang lemah. Kekerasan adalah suatu serangan terhadap fisik maupun psikologis seseorang sehingga akibatnya muncul tindak penindasan terhadap salah satu pihak yang menyebabkan kerugian salah satu pihak berupa fisik atau psikis seseorang.
Menurut Nurhadi dan Syahrir (2000:XV) memandang bahwa kekerasan adalah suatu perilaku pemaksaan yang mempunyai unsure persuasive maupun fisik adanya suatu pelecehan. Namun Johan Galburg (dalam Syahrir 2000:XV) memandang bahwa kekerasan adalah suatu penyalahgunaan sumber daya, wawasan, dan hasil kemajuan untuk tujuan lain atau dimonopoli untuk sekelompok orang (Syahrir 2000:X).

C.    Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 1 disebutkan bahwa Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dan lingkup rumah tangga.
Undang-undang di atas menyebutkan bahwa kasus kekerasan dalam rumah tangga adalah segala jenis kekerasan (baik fisik maupun psikis) yang dilakukan oleh anggota keluarga kepada anggota keluarga yang lain (yang dapat dilakukan oleh suami kepada istri dan anaknya, atau oleh ibu kepada anaknya, atau bahkan sebaliknya). Meskipun demikian, korban yang dominan adalah kekerasan terhadap istri dan anak oleh sang suami.
KDRT bisa menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, suami, istri, anak atau pembantu rumah tangga. Namun secara umum pengertian KDRT lebih dipersempit artinya sebagai penganiayaan oleh suami terhadap istri. Hal ini bisa dimengerti karena kebanyakan korban KDRT adalah istri. Sudah barang tentu pelakunya adalah suami “tercinta”. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan “suami” dapat pula sebagai korban KDRT oleh istrinya. Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa segala perbuatan tindakan kekerasan dalam rumah tangga merupakan perbuatan melanggar hak asasi manusia yang dapat dikenakan sanksi hukum pidana maupun hukum perdata.
D.    Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Menurut Ihromi (1995:519-527) factor yang dapat menimbulkan tindakan KDRT adalah di antaranya yaitu:
ü  Kurangnya komunikasi
Komunikasi dalam suatu keluarga merupakan factor utama yang menentukan keharmonisan suatu rumah tangga. Dengan adanya suatu komunikasi maka antara anggota keluarga dapat terbuka kepada satu sama lain mengenai keluhan, uneg-uneg, ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan keluarga tersebut. Apabila sampai tidak ada suatu komunikasi dalam suatu keluarga tersebut maka dapat dipastikan akan memperbesar kemungkinan timbulnya konflik yang berujung pada kekerasan dalam rumah tangga dan hal ini sangat mungkin menimbulkan korban.
ü  Penyelewengan
Munculnya orang ketiga dalam suatu hubungan suami istri merupakan masalah besar yang dihadapi oleh pasaangan tersebut. Tak jarang hal itu akan menimbulkan perceraian ataupun mungkin menimbulkan suatu tindakan KDRT. Hal ini mungkin saja terjadi misalnya muncul kejadian  seorang suami yang mempunyai wanita selingkuhan, saat sedang kencan tiba-tiba sang istri melihat perbuatan tersebut. Saat berada di rumah sang istri ingin menanyakan kebenaran hal yang dilihat, namun sang suami merasa tidak terima dan pada akhirnya akan berujung pada kekerasan fisik yang dilakukan oleh sang suami kepada istri. Kebanyakan dalam kasus seperti ini yang menjadi tersangka adalah sang suami dan yang menjadi korban adalah sang istri ataupun sang anak yang menjadi pelampiasan dari penyelewengan ini.

ü  Citra diri rendah yang rendah dan frustasi
Factor ini biasanya muncul apabila sang suami sedang merasa putus asa dengan pekerjaan yang sedang ia jalani dan kemudian menimbulkan rasa frustasi yang begitu besar dalam dirinya. Di sisi lain sang istri terus menekan sang suami  menjalankan tanggung jawabnya memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Dengan keadaan yang seperti ini kemudian menyebabkan tingkat frustasi yang begitu membumbung besar pada diri sang suami yang kemudian membuat tingkat emosinya meledak. Maka pada akhirnya akan memicu munculnya tindakan KDRT akibat rasa frustasi dan pemahaman yang rendah di antara anggota keluarga tersebut.
ü  Perubahan status sosial
Factor penyebab ini merupakan factor yang sering muncul pada suatu keluarga dalam masyarakat perkotaan dengan tingkat kehidupan ekonomi menengah ke atas. Dengan adanya keadaan demikian kemudian juga membuat tingkat gengsi yang tinggi pada keluarga tersebut. Masalah akan muncul apabila terjadi suatu keadaan misalnya yaitu berkurangnya sumber pendapatan, berakhirnya masa jabatan., dan hal lain yang berkaitan dengan hal tersebut. Dengan munculnya hal seperti itu kemudian membuat masing-masing anggota keluarga merasa malu dengan orang sekitar dan kemudian memberikan tekanan yang berlebihan kepada pihak yang berperan sebagai mencari nafkah, biasanya sang ayah. Akibatnya akan memicu munculnya potensi KDRT dalam keluarga tersebut.
ü  Kekerasan sebagai sumber daya menyelesaikan masalah
Budaya berkaitan erat dengan factor penyebab ini. Dikatakan demikian karena apabila seseorang laki-laki apabila dari sejak lahir sudah berada pada lingkungan yang keras dan terus dididik dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan unsur kekerasan maka saat ia berkeluarga akan menggunakan kekerasan sebagai sarana yang paling tepat dan cepat untuk menyelesaikan suatu masalah. Kekerasan sudan seakan mendarah daging sehingga suatu masalah tidak akan mantap apabila tidak diselingi dengan tindak kekerasan. Misalkan, ada seorang pria yang berasal dari lingkungan keluarga preman. Dari kecil ia sudah dilatih dan terbiasa dengan niulai-nilai kekerasan, saat ingin mendapatkan sesuatu yang ia inginkan maka harus dengan bertengkar untuk memperolehnya. Hingga pada saatnya ia berkeluarga dan mempunyai istri serta anak. Pada suatu waktu muncul masalah yaitu sang anak mendapat nilai yang buruk dalam raport sekolahnya. Sang bapak tidak terima dan kemudian memukuli sang anak karena tidak mampu memenuhi keinginan sang bapak untuk mendapatkan nilai yang baik. Dari sini muncul tindak KDRT pada anak yang dilakukan oleh sang bapak.
            Selain itu ada juga hal lain yang juga berpotensi untuk memicu munculnya KDRT di dalam suatu keluarga. Unsur yang menyebabkannya pun berasal dari lingkup keluarga itu sendiri. Hal-hal yang dapat memicu munculnya KDRT adalah
Antar suami istri :
·      Terjadi dominasi antar pasangan, bisa sang suami atau istri yang dominan. Maksudnya jika terjadi suatu perselisihan pendapat yang terjadi adalah penyelesaian sepihak (kalah - menang) dan bukan penyelesaian yang baik ( menang - menang).
·      Adanya sikap acuh atau tidak mau tahu terhadap apa yang dirasakan atau dialami pasangan. Adanya sikap egosentris yang menonjol.
·      Tidak adanya kesatuan nilai dalam keluarga atau inkonsistensi apa yang boleh dan yang tidak boleh.
Antar orang tua dan anak
·      Pengalihan tanggungjawab sebagai orang tua, baik kepada pembantu rumah tangga, babysitter, sekolah atau keluarga yang lain.
·      Sikap dari orang tua yang berlebihan atau tidak pada porsinya. Misalkan terlalu melindungi, terlalu bebas, terlalu keras bahkan ambisi orang tua yang dibebankan pada anak.
·      Banyaknya kata-kata “negatif” yang diucapkan orang tua kepada anak.
·      Tidak adanya “QUALITY TIME” antara orang tua dan anak. Sehingga anak “kekurangan” kenangan indah akan orang tuanya.
·      Orang tua yang tidak ”open mind” terhadap anaknya.
            Kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindak kekerasan yang kerap terjadi di dalam masyarakat. Terkadang hal itu dilakukan oleh suami kepada istri maupun sang ayah kepada anaknya. Hal itu sering terjadi karena dipengaruhi oleh banyak hal. Kekerasan yang terjadi pada umunya akan menyebabkan kemunduran mental yang sangat signifikan pada sang korban. Bahkan tak jarang hal itu akan menimbulkan suatu keadaan trauma yang mendalam pada sang korban. Yang lebih parah lagi, tentunya akan menyebabkan kematian pada sang korban yang menerima tindak KDRT tersebut.

5) Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
            Bentuk tindakan KDRT yang sering terjadi di dalam masyarakat dalam UU RI No. 23 tahun 2004 disebutkan bahwa kekerasan meliputi, yang pertama berupa kekerasan fisik yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh, sakit, atau bahkan luka berat, misalnya yaitu pemukulan, penamparan, penusukan, dll. Yang kedua adalah berupa kekerasan psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya kepercayaan diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Misalnya yaitu berupa ancaman pembunuhan, ancaman hidupnya tidak akan tenang, dll. Yang ketiga adalah dalam bentuk kekerasan seksual yang terbagi menjadi 2 macam yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah satu seseorang dalam lingkup rumah tangga dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu. Dan yang keempat adalah berupa penelantaran rumah tangga yaitu meninggalkan atau membiarkan keluarga tanpa ada nafkah sedikitpun kepadanya ataupun dengan tidak memberikan kabar apapun kepada pihak tersebut mengenai kepergiannya. Misalnya yaitu seorang suami yang meninggalkan istri dan anaknya karena sebelumnya terjadi pertengkaran dalam keluarga tersebut, namun setelah jangka waktu yang lama tidak ada kabar dan tidak ada pemenuhan kebutuhan pada keluarganya.
            Di samping itu, dalam buku “Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial” menyebutkan bahwa kekerasan yang terjadi pada diri seorang wanita meliputi beberapa hal, yaitu di antaranya:
ü Pertama, yaitu dalam bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk di dalamnya di suatu hubungan perkawinan perkawinan. Perkosaan terjadi jika seseorang memaksa untuk mendapatkan pelayanan seksual, padahal sang obyek merasa tidak mau dan tidak nyaman dengan hal tersebut.
ü Kedua, aksi pemukulan dan serangan non fisik yang terjadi dalam suatu rumah tangga (Domestic Violence).
ü Ketiga, bentuk penyiksaan yang mengarah pada organ alat kelamin (Genital Mutilation) misalnya yaitu penyunatan pada seorang anak perempuan.
ü Keempat adalah tindak prostitusi, yaitu berkaitan dengan kekerasan dalam bentuk pelacuran.
ü Kelima, kekerasan dalam bentuk pornografi. Tubuh perempuan dijadikan sebagai objek demi keuntungan yang didapat oleh seseorang.
ü Keenam adalah kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam Keluarga Brencana (Enforced Sterilization).
ü Ketujuh adalah jenis kekerasan terselubung (Molestation) yakni memegang atau ,enyentuh bagian dari tubuh perempuan dengan berbagai cara dalam kesempatan tanpa kerlaan dari pihak sang wanita.
ü Kedelapan yaitu tindak kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di dalam masyarakat yaitu pelecehan seksual atau sexual and emotional harassment.
Beberapa bentuk pelecehan seksual tersebut meliputi tindakan seperti, (1) menyampaikan lelucon jorok secara vulgar pada seseorang yang dirasakan sangat mofensif, (2) menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor, (3) mengintrogasi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya atau kehidupan pribadinya., (4) meminta imbalan seksual dalam rangka janji untuk mendapatkan kerja atau untuk mendapatkan promosi atau hal yang lainnya, dan yang terakhir (5) menyentuh atau menyenggol bagian tubuh tanpa selera dan tanpa seijin dari orang yang bersangkutan.

E. METODOLOGI PENELITIAN
1)   Dasar Penelitian
            Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan metode kualitatif, karena agar lebih dapat menggali informasi secara lebih luas dan detail dalam penjelasannya. Di samping itu, dikarenakan agar nantinya dapat menciptakan keefektifan penyampaian inforasi dari penulis dan pembaca. Menurut pendapat Bogdan dan Tylor, dalam Moleong (1988:2), penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati.
            Dari pendekatan metode Kualitatif tersebut, dapat diartikan bahwa segala informasi yang didapat merupakan bentuk penjelasan yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan di lokasi penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Jadi pada penelitian ini, tidak boleh ada pengisolasian atau pembatasan informasi yang dilakukan kepada individu terkait yang mempunyai hak untuk memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada peneliti.
      Pada penelitian ini bersifat deskriptif, jadi setiap informasi yang disajikan pada penelitian ini adalah berupa analisis berbentuk deskriptif yang di dalamnya merupakan penjelasan dari informasi yang didapat dari pihak informan. Setiap data yang disajikan tidak berupa angka atau rumus-rumus tetapi menggunakan penjelasan data yang bersifat analisis data berupa kata-kata atau gambaran mengenai suatu keadaan yang terjadi. Data yang terkumpul juga berupa catatan-catatan kecil dari peneliti, hasil wawancara atau observasi, dan juga dalam laporan yang disajikan dengan bentuk foto-foto atau gambar yang berkaitan dengan masalah penelitian.
      Penelitian ini adalah penelitian yang mengarah pada penelitian studi kasus. Menurut Salim (2001:93), studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasikan suatu kasus (case) dalam konteksnya secara natural tanpa adanya suatu intervensi dari pihak lain. Hal itu berarti menjadikan penelitian ini merupakan gambaran sebenarnya yang terjadi pada keadaan yang diamati di lokasi penelitian, yang kemudian dianalisis dengan berpedoman pada acuan dan fakta yang ada, yang pada tahap akhir dituangkan dalam bentuk analisis dan penjelasan mendetail mengenai permasalahan pada penelitian ini. Dan juga yang harus digarisbawahi adalah bahwa setiap data dan fakta yang diperoleh terlepas dari adanya tindakan intervensi atau pengaruh dari pihak-pihak tertentu yang berniat mengaburkan atau mengubah data dan fakta yang ditemui dalam lapangan penelitian.
2)   Lokasi Penelitian
      Dalam melakukan suatu penelitian tentulah mutlak bila dibutuhkan adanya lokasi penelitian, karena lokasi penelitian inilah yang pada nantinya tempat untuk menggali semua informasi dan mendapatkan data-data yang berkaitan dengan masalah penelitian. Bila sampai tidak ada lokasi penelitian, maka dapat dipastikan pula bahwa penelitian yang dilakukan tidak dapat dibuktikan validitas atau keabsahan data yang diperoleh.
      Lokasi penelitian sendiri dapat diartikan sebagai tempat dimana penelitian itu dilakukan, yang di dalamnya terdapat data-data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian tersebut. Lokasi penelitian yang dipilih peneliti adalah di Desa Juanalan, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Peneliti tertarik memilih lokasi ini karena di samping peneliti sudah mengetahui betul lingkungan daerahnya dan juga ditambah lagi berdasarkan informasi yang didapat dari tokoh masyarakat dan instansi pemerintah yang terkait dengan masalah KDRT, telah terjadi beberapa kali tindak KDRT di lokasi penelitian tersebut. Hal itu lebih dikarenakan karena lokasi ini berisikan penduduk yang umumnya keterogen dan merupakan bagian dari masyarakat perkotaan, yang kemudian membuat pola hidup juga mengikuti pola hidup umumnya yang dilakukan orang-orang yang tinggal di wilayah perkotaan.
3)   Fokus Penelitian
      Fokus penelitian merupakan tahap yang penting dalam melakukan suatu penelitian. Apabila suatu penelitian yang dilakukan tidak mempunyai fokus penelitian, maka dapat dikatakan bahwa  penelitian tersebut tidak layak dilakukan dan dikatakan asal-asalan saja.
      Fokus penelitian sendiri merupakan tahap yang sangat menentukan dalam penelitian kulalitatif, hal tersebut karena suatu penelitian tidak dimulai dari sesuatu yang kosong atau tanpa adanya masalah, baik masalah-masalah yang bersumber dari pengalaman penelitian atau melalui pengetahuan yang diperolehnya  melalui kepustakaan ilmiah. Jadi focus penelitian dalam suatu penelitian kualitatif sebenarnya merupakan masalah itu sendiri. ( Moleong 2002:62)
      Berdasarkan konsep tersebut, maka yang dapat menjadi fokus dalam penelitian ini adalah meliputi:
1.      Penyebab munculnya tindakan kekerasan dalam rumah tangga
2.      Bentuk-bentuk dan dampak dari tindakan kekerasan dalam rumah tangga
3.      Upaya yang dilakukan untuk menghentikan dan menghilangkan tindakan kekerasan dalam rumah tangga.
4)   Subyek Penelitian
      Subyek penelitian merupakan orang yang akan diteliti dalam berjalannya sebuah penelitian. Keberadaan subyek penelitian merupakan hal yang sangat mutlak diperlukan. Namun adakalanya juga subyek penelitian tidak dibutuhkan dalam sebuah penelitian, tapi hal itu sangatlah jarang terjadi. Secara keseluruhan subyek merupakan hal yang pokok perlu ada pada sebuah penelitian.
      Subyek penelitian pada penelitian ini adalah orang-orang yang mengalami dan juga melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang meliputi suami, istri, dan anak. Peneliti melakukan penelitian terhadap subyek dengan cara melakukan pengamatan pada subyek, melakukan wawancara terhadap subyek, serta mengambil gambar atau foto pada subyek tersebut apabila memang hal tersebut dibutuhkan. Alasan peneliti memilih subyek ini adalah karena pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di Desa Juanalan, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati melibatkan anggota keluarga yang di dalmnya terdiri dari seorang suami, istri, dan anak sehingga kemudian yang pada akhirnya mendorong peneliti untuk menentukan pihak tersebut sebagai subyek penelitian ini.
5)   Informan Penelitian
      Keberadaan subyek penelitian sangatlah penting pada sebuah penelitian, tetapi keberadaan informan juga tak kalah penting bila dibandingkan dengan subyek penelitian tersebut. Informan sendiri dapat diartikan sebagai orang yang memberikan informasi berkaitan dengan masalah yang diteliti maupun keterangan tentang subyek penelitian (orang-orang yang diteliti).
      Untuk itulah pada penelitian kali ini juga sangat dibtuhkan keberadaan seorang informan penelitian. Yang termasuk ke dalam informan pada penelitian ini adalah di antaranya yaitu saudara, kerabat dekat, ketua RT atau RW setempat, tetangga, tokoh masyarakat, dan orang-orang dari instansi pemerintah daerah yang ada hubungannya dengan masalah penelitian ini.
6)   Sumber Data Penelitian
      Dalam sebuah penelitian, dalam mendapatkan sebuah hasil penelitian tentunya sangatlah dibutuhkan adanya sumber data penelitian. Sumber data penelitian sendiri adalah subyek dari mana data penelitian tersebut dapat diperoleh.
      Dalam pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini, peneliti memperoleh sumber data berdasarkan 2 jenis sumber yaitu:
1.      Data Primer, yaitu data yang langsung  diperoleh dan dikumpulkan dari objeknya. Data ini diperoleh melalui wawancara dengan responden dan informan yang ada di lapangan. responden dalam penelitian ini adalah keluarga yang mempunyai masalah pada rumah tangganya dan kemudian berujung pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Sedangkan informan lapangan pada penelitian ini adalah tokoh masyarakat, ketua RT atau RW setempat, tetangga dekat, dan orang-orang yang berasal dari instansi pemerintah daerah yang menangani hal terkait dengan tema penelitian.
2.      Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh bukan dari objek secara langsung melainkan melalui suatu perantara tertentu. Pada penelitian ini data sekunder yang digunakan berasal dari buku-buku, hasil penelitian, dokumen, dan sumber-sumber yang relevan dengan tema penelitian ini.
7)   Metode Pengumpulan Data
      Dalam suatu penelitian tentulah diperlukan adanya suatu metode yang pada nantinya digunakan sebagai landasan atau acuan untuk melakukan pengumpulan data dari subyek yang diteliti. Tanpa adanya suatu metode tertentu yang digunakan, tentulah mustahil untuk dilakukan suatu penelitian. Untuk itu pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan yaitu:
1.      Observasi
            Istilah observasi berasal dari bahasa latinyang berarti “melihat” dan”memperhatikan”. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Metode pengumpulan data berupa observasi adalah suatu usaha untuk mendapatkan gambaran mengenai suatu peristiwa secara kasar (Djarwanto 1990:10). Teknik pengumpulan data observasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu yang pertama observasi non sistematisyang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrument penelitian. Dan yang kedua adalah observasi sistematis yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrument pengamatan (Arikunto 2006:157).
            Observasi yang berarti pengamatan bertujuan untuk mendapat data tentang suatu masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat re-checking atau pembukuan terhadap informasi/keterangan yang diperoleh sebelumnya.
            Metode pengumpulan data ini dipilih digunakan dalam penelitian ini adalah karena untuk mengetahui bagaimana gambaran mengenai keadaan di lapangan yang terkait dengan tema penelitian, yang kemudian dianalisis sesuai dengan data yang diperoleh dari hasil observasi (pengamatan) tersebut. Observasi dilakukan secara teratur dan berpedoman pada instrument penelitian yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar pada nantinya dapat diketahui secara jelas bagaimana kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh orang-orang yang mengalami tindakan kekerasan dalam rumah tangga secara terstruktur dan sistematis.
            Observasi yang dilakukan untuk mendapatkan data-data terkait masalah penelitian adalah dengan observasi secara langsung pada warga yang sebelumnya telah dipilih dan juga orang-orang yang telah mengalami tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Peneliti melakukan mengamati secara langsung kepada informan dan subyek yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu kemudian peneliti berada pada tempat dimana data tersebut digali agar pada nantinya dapat dilihat dan dicermati keadaan yang sebenarnya terjadi dalam jangka waktu tertentu. Agar hasil penelitian tersebut benar-benar mantap dan tidak terkesan kekurangan data.
      2)   Wawancara
            Dalam penelitian ini selain menggunakan metode observasi, juga dengan ditambah lagi menggunakan metode wawancara. Wawancara sendiri adalah percakapan tertentu oleh dua pihak yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan yang diwawancarai yang kemudian memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong 2002:135). Selain itu ada yang mengatakan bahwa wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik, dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan (Hadi, 1993).
            Metode wawancara dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan dengan tatap muka yang sebelumnya telah disusun secara sistematis kepada orang-orang yang bertindak sebagai informan dan subyek penelitian yang telah dipilih sebelumnya. Wawancara dilakukan kepada orang-orang yang memang mengetahui keadaan yang terjadi berkaitan dengan masalah penelitian dan juga yang mengalami sendiri hal tersebut secara langsung fenomena tersebut.
            Wawancara secara mendalam dilakukan terhadap subyek penelitian dan informan penelitian, hal ini agar dapat diperoleh data semaksimal mungkin yang pada nantinya dapat digunakan sebagai acuan dalam memecahkan masalah pada penelitian ini.


Tips & Trik | Software | Seputar Komputer | Tips & Trik | Software | Seputar Komputer |
F. DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian ( Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: Rineka Cipta.
Ihromi, T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mansour, Fakih. 1996. Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Moleong, J. Lexy. 1994. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Narwoko, Dwi J. dan Suyanto, Bagong. 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Nasaruddin Umar. 2001. Argumen Kesetaraan Jender (Perspektif Al-Quran). Jakarta: Paramadina.
Nasbianto, Elli N. 1999. Kekerasan Dalam Rumah Tangga; Sebuah Kejahatan Yang Tersembunyi (dalam Syafik Hasyim: Menakar Harga Perempuan). Bandung.
Ollenburger, Jane C. 2002. Sosiologi Wanita. Jakarta: Rineka Cipta.
Pujiyanto, Widhi Ganjar. 2007. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Prespektif Budaya Patriakhl. (Studi Kasus Pada Kelurahan Doplang, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo). Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Rahayu, Iin Tri dan Tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi Dan Wawancara. Malang: Bayumedia.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. hal. 5-6.
Soekanto, Soerjono. 2004.  Sosiologi Keluarga, Tentang Keluarga, Remaja, dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:  Rajagrafindo.
Sugiarty dan Handayani Trisakti. 2002. Konsep Dan Teknik Penelitian Gender. Malang: UMM Press.
Thalib, Mohammad. 1995. 40 Tanggung Jawab Suami Terhadap Istri. Bandung: PT. Irsyad Baitus Salam.

Tidak ada komentar: